
PropertiTerkini.com, (JAKARTA) — Industri pariwisata di Indonesia hanya berada pada kondisi “sleep” selama pandemi. Namun, para stakeholder industri ini tetap melakukan persiapan untuk menghadapi New Normal.
Sejak akhir tahun 2020, kondisi industri pariwisata mengalami peningkatan karena pemerintah telah membuka akses untuk bepergian, walaupun hanya untuk pasar domestik. Demikian diungkap oleh Satria Wei, Head of Hospitality Services Colliers Indonesia, menyikapi kondisi industri pariwisata Indonesia di sisa tahun 2021.
Baca Juga: Keren, Jembatan Aek Tano Pongol Bakal Membelah Danau Toba
Hanya saja, lanjut Satria, industri pariwisata harus kembali pada kondisi “sleep” setelah Q1 2021 mengingat peningkatan kasus positif Covid yang terjadi pada Q2. Berdasarkan beberapa indikator, terlihat bahwa akhir tahun 2021 dapat menjadi periode yang lebih baik dikarenakan adanya pertumbuhan pada industri pariwisata.
Contohnya, tingkat okupansi regional di Bali yang mengalami perkiraan peningkatan hingga mencapai 20 persen. Selain itu, terdapat peningkatan yang cukup tinggi pada jumlah penerima vaksin lengkap.
Hal tersebut memberikan dorongan bagi pasar domestik untuk mulai kembali berpariwisata. Namun, kondisi pasar tidak akan langsung meningkat signifikan mengingat masih adanya peluang peningkatan kasus positif Covid.
Terkait tujuan utama pariwisata, Satria menyebut Bali tetap akan menjadi tujuan utama dan akan mengalami peningkatan terlebih dahulu, diikuti dengan tujuan wisata lainnya seperti Jawa Tengah atau Daerah Istimewa Yogyakarta dan Labuan Bajo.
Baca Juga: Living World Grand Wisata Bekasi Mulai Dibangun, Rampung 2024
“Pasar menengah akan mulai didominasi oleh wisatawan lokal, karena mereka mendapatkan peluang terbaik untuk menikmati tujuan wisata yang sebelumnya tidak tercapai atau tidak terpikirkan untuk dikunjungi,” ujar Satria.
Dengan makin membaiknya kondisi kesehatan masyarakat terkait dengan terus menurunnya pandemi Covid-19, menurut Satria Indonesia mungkin akan mengalami “revenge tourism” setelah kondisi membaik dan pemerintah memutuskan untuk membuka kembali pariwisata Indonesia bagi turis internasional.
“Revenge tourism” adalah peningkatan permintaan untuk bepergian, dimana permintaan tersebut belum tersalurkan akibat dari peraturan pemerintah dan keamanan.
Pasar akan mendapatkan permintaan melimpah dari konsumen ketika pintu pariwisata dibuka kembali. Namun, meski peraturan PPKM mulai dilonggarkan dan turun ke tingkat yang lebih rendah, hal tersebut tidak berarti menjadi sebuah kebebasan, melainkan, kesempatan bagi industri pariwisata untuk memenuhi seluruh indikator kesiapan agar kondisi pariwisata dapat bangkit kembali.
Baca Juga: Cove Hillcrest, Co-Living Mahasiswa Pertama Asia Tenggara, Mulai Rp4 Jutaan
Industri pariwisata sudah memasuki fase baru. Para investor, baik lokal, regional, dan internasional, mulai menunjukkan “ketertarikan” mereka pada Indonesia. Kebijakan Pengurangan Insentif Pajak (Incentive Deduction Tax) yang diterbitkan pemerintah untuk investasi bagi industri pariwisata merupakan awal yang baik.
Namun, pelaku industri dan stakeholder lainnya perlu melakukan persiapan dasar yang dapat memastikan investasi yang ditanamkan memberikan hasil yang baik.
Menurut Satria, saat ini waktu yang tepat bagi developer atau investor untuk mulai mengatur dan mempersiapkan investasi pada industri pariwisata. Pasalnya, saat ini pasar secara bertahap mulai berkembang.
Baca Juga: Taman Wisata Laut Pekalongan Akan Tingkatkan Ekonomi Lokal
Keputusan investasi yang lebih awal dengan memprioritaskan potensi kebutuhan konsumen adalah yang terbaik. Oleh karena itu, investasi yang dilakukan bukan hanya menjadi “follower investment”, yang hanya akan mendapatkan sisa-sisa investasi, namun menjadi “leader investment” yang menciptakan konsumen baru, investasi yang terjadi saat investor lainnya menahan diri atau mundur.