Harga rumah subsidi naik setelah PMK Nomor 81/PMK.010/2019 diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Namun kenaikan tersebut tidak menjadi jaminan akan peningkatan penjualan oleh para developer.
PropertiTerkini.com – Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 81/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan pelajar serta Perumahan Lainnya yang atas Penyerahannya di Bebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Terbitnya PMK tersebut sekaligus juga memperjelas soal kenaikan batas harga jual rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari PPN untuk tahun 2019 dan 2020.
Baca Juga: Harga Rumah Subsidi Naik, Berikut Daftarnya
Langkah ini, menurut Direktur Jenderal Penyediaan perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Khalawi Abdul Hamid, sebagai salah satu upaya pemerintah untuk dapat meningkatkan capaian Program Sejuta Rumah di tahun 2019 ini.
“Harga baru itu juga sudah sesuai dengan usulan yang telah disampaikan ke Kementerian Keuangan. Kenaikannya sekitar 3% – 7,75%. Harga rumah yang ditetapkan paling tinggi di wilayah Papua dan Papua Barat,” kata Khalawi.
Khalawi menambahkan, Dengan keluarnya PMK baru ini tentunya tidak ada alasan lagi bagi pengembang untuk tidak membangun rumah untuk masyarakat menengah bawah.
“Pengembang sekarang bisa segera mengajukan KPR perumahan subsidi dengan harga yang baru ini,” lanjutnya.
Berbeda dengan pemerintah, pengamat properti yang juga CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menilai PMK tersebut terlalu lambat dikeluarkan pemerintah. Menurut Ali, seharusnya sudah dapat ditetapkan sebelum memasuki 2019 sehingga para pengembang dapat mengatur keuangan dengan lebih baik. Oleh karenanya, Ali tidak melihat kenaikan ini sebagai sebuah faktor utama percepatan Program Sejuta Rumah.
Baca Juga: Ingatkan Pemerintah Soal Subsidi Perumahan, IPW: Tidak Ada Alasan Turunkan Anggaran Perumahan
“Kenaikan harga subsidi yang baru akan memberikan kepastian bagi pengembang untuk dapat kembali membangun, namun tidak serta merta akan meningkatkan penjualan. Ada hal utama yaitu anggaran perumahan yang sangat terbatas dan diperkirakan akan habis Agustus 2019,” kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/6/2019).
Pasalnya, lanjut Ali, kebutuhan hunian khususnya untuk masyarakat menengah berpenghasilan rendah (MBR) terus meningkat tergambar dari terserapnya anggaran pembiayaan rumah subsidi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga menunjukkan penyerapan yang cukup bagus memasuki tahun 2019 ini.
Realisasi FLPP sejak Januari hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp3,9 triliun atau setara 53,3 persen dari total anggaran FLPP yang ditetapkan tahun ini yaitu Rp7,1 triliun. Anggaran ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp5,8 triliun, yang akan membiayai rumah sebanyak 68.858 unit.
Baca Juga: Pemerintah Harus Lebih Fokus ke Perumahan Rakyat
Meskipun anggaran FLPP meningkat namun anggaran subsidi selisih bunga (SSB) menurun dari 225.000 unit tahun 2018 menjadi 100.000 unit di tahun 2019. Dengan demikian maka secara total anggaran tahun 2019 lebih rendah 37 persen dibandingkan dengan anggaran tahun 2018.
Rendahnya anggaran untuk subsidi perumahan ini disayangkan Indonesia Property Watch di tengah permintaan rumah subsidi yang terus meningkat. Pada tahun 2018 saja, Bank BTN telah merealisasikan penyaluran subsudi sebanyak 230.000 unit. Dengan anggaran yang lebih rendah saat ini, maka banyak permintaan yang tidak dapat terealisasi.
Hal ini juga tergambar dengan pesatnya tingkat realisasi penyaluran rumah subsidi, melalui FLPP per Mei 2019 yang diperkirakan telah berada di angka 100.900 unit dengan dominasi penyaluran melalui Bank BTN sebesar 79 persen. Dengan peningkatan permintaan sebanyak 20.000 unit per bulan, maka sampai bulan Agustus atau paling lambat sampai September 2019 diperkirakan anggaran akan habis terserap.
Baca Juga: Megahnya, Rumah Baru Zohri Senilai Rp591 Juta
“Belum lagi berdasarkan data historikal yang ada, terlihat adanya peningkatan realisasi mulai bulan Juli sampai Oktober,” sambungnya.
Dengan kondisi tersebut, maka Indonesia Property Watch mengharapkan pemerintah dapat mengantisipasi dana cadangan yang dapat dialihkan untuk penyaluran rumah subsidi. Mengingat juga pada tahun 2019 ini tidak adanya kemungkinan untuk APBN-P, sehingga anggaran penyaluran perumahan ini harus disiapkan dari pos anggaran lainnya.
Bila tidak ada penambahan dana, maka Program Sejuta Rumah akan terhambat bahkan terhenti sementara karena banyak konsumen yang tidak dapat melakukan akad. Di sisi lain pengembang pun akan terkendala cash flow perusahaan karena tidak dapat pencairan dari pihak perbankan. Pembangunan rumah subsidi pun relatif akan tersendat.
Karenanya terkait dengan Program Sejuta Rumah, pemerintah harus lebih serius melihat masalah dari aspek pembiayaan yang saat ini masih sangat kurang di sektor perumahan dibandingkan sektor lainnya.
Baca Juga: Tren Pencarian Rumah Meningkat Pasca Pemilu
“Dengan peningkatan permintaan pasar rumah subsidi saat ini, maka sebenarnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menurunkan anggaran perumahan,” tegas Ali.
One Comment
Sinergi Perumnas dan BTN Berikan Subsidi Bunga KPR 4,5 Persen | Properti Terkini
[…] Baca Juga: Harga Rumah Subsidi Naik, Tidak Menjamin Pencapaian Sejuta Rumah […]