Oleh: Kris Banarto, MM, CPM

“Harganya lebih murah dibandingkan dengan harga toko,” demikian jawaban anak muda memberikan alasan ketika ditanya mengapa lebih memilih belanja secara online.

Selain itu dia juga mengaku dapat menjual barang second pada toko online. Ia kerap menjual sepatu dan gawai bekas ketika sudah bosan, setelah itu ia akan membeli barang yang baru.

Demikian salah satu perilaku konsumen di era digital saat ini. Bagaimana dengan kalian? Apakah sudah mulai beralih dari pembelian offline ke online?

Survei Transaksi Online

Menurut riset dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dilakukan pada 2 hingga 12 Juni 2020 terhadap 7.000 responden via wawancara kuesioner, mencatat beberapa alasan konsumen berbelanja secara online.

Alasan yang paling banyak adalah harganya lebih murah dibandingkan dengan harga toko. Alasan kedua bahwa belanja online dapat dilakukan di mana saja (13,2%), belanja online lebih cepat dan praktis (10.3%), toko online banyak menawarkan diskon dan promo (8,3%).

Baca Juga: Perlukah Manajer Mengukur Employee Satisfaction?

Bahkan selama masa pandemi dan PPKM sekali pun penjualan melalui e-commerce meningkat tajam. Salah satunya adalah Tokopedia, menurut Ekhel Chandra Wijaya sebagai External Communications bahwa kenaikan transaksi didorong oleh digitalisasi dan teknologi telah bertransformasi dari sekadar untuk nilai tambah menjadi kebutuhan.

Indonesia Pengguna E-Commerce Tertinggi di Dunia

Sedangkan survei yang dilakukan oleh We Are Social pada April 2021 menempatkan Indonesia pada posisi paling wahid dalam menggunakan e-commerce yaitu sebesar 88.1%, berturut-turut disusul oleh Inggris (86,9%), Filipina (86,2%), Thailand dan Malaysia (85%), Jerman, Irlandia dan Korsel (84%), Italia dan Polandia (82%).

10 besar pengguna e-commerce10 besar pengguna e-commerce
10 besar pengguna e-commerce./ Sumber: We Are Social via goodnewsfromindonesia.id

Data tersebut akan terus berkembang, apalagi populasi penduduk Indonesia sebesar 270 juta, akan menjadi pasar potensial. Rentang pengguna internet dan transaksi online juga cukup lebar dari usia 16 hingga 64 tahun (GlobalWebIndex).

Survei Model Bisnis Pasca Pandemi

Pandemi di dunia yang sudah berlangsung hampir dua tahun telah mengubah perilaku dalam bekerja dan berbelanja. Masyarakat sudah terbiasa dengan bekerja di rumah dan berbelanja secara online.

Sebuah survei yang dilakukan oleh PricewaterhouseCoopers International Limited (PwC) terhadap 699 CEO (Chief Executive Officer) dari 67 negara, mengenai tren model bisnis pasca pandemi, menunjukkan mayoritas CEO percaya akan terjadi kolaborasi jarak jauh (78%), sistem otomatisasi (76%), lebih sedikit karyawan yang bekerja di kantor (61%) dan model bisnis digital (61%).

Baca Juga: Mengenal 4 Prinsip Sukses Abadi dalam Bisnis

Belajar dari peristiwa pandemi para CEO memahami akan pentingnya membangun ketahanan dalam model operasi bisnisnya. Mereka akan mengadopsi praktik bekerja secara digital dan mengganti supply chain yang tahan terhadap guncangan.

Hikmah dari pandemi menyadarkan para pemimpin bisnis terhadap dukungan kepada kesehatan dan keselamatan karyawan (92%), kesejahteraan karyawan (61%), dan dukungan keuangan (24%).

Kemudian pemimpin bisnis yang memberikan kontribusi kepada masyarakat sebesar 42%, mengurangi gaji mereka sendiri (32%), memaksimalkan retensi karyawan (36%). Para CEO yakin dukungan terhadap karyawan akan berdampak positif pada reputasi jangka panjang organisasi.

Shifting atau pergeseran teknologi yang cepat dan bekerja secara fleksibel menjadi faktor yang berharga bagi banyak organisasi. Apa pun model bisnis yang akan dilakukan akan berorientasi pada karyawan dan reputasi perusahaan.

Sebesar 61% pemilik bisnis percaya akan terjadi penurunan jumlah kepadatan karyawan yang masuk kerja. Memperkirakan akan terjadi urbanisasi (34%), sedangkan 38% meyakini itu hanyalah sementara.

Mengenai dukungan pemerintah 57% CEO percaya intervensi negara hanya sementara, sekitar 30% yakin akan dilanjutkannya dukungan pemerintah dan sebesar 25% memilih menolak dukungan pemerintah.

Baca Juga: Luncurkan Earbuds Nirkabel, Sharp Dukung Gaya Hidup Modern

Para CEO mungkin telah merasa melewati masa kritis selama pandemi. Mereka memiliki pengalaman dalam menjalankan organisasi bisnis, menerapkan strategi jangka pendek maupun jangka panjang.

Model Bisnis Pasca Pandemi

Hasil dari penelitian di atas dapat di implementasikan ke dalam organisasi bisnis. Paling tidak terdapat 5 ciri model bisnis pasca pandemi.

Satu, Bekerja jarak jauh

Himbauan dan larangan yang dilakukan pemerintah untuk bekerja di rumah selama pandemi telah membentuk budaya baru karyawan untuk tidak harus bekerja di kantor. Ke depan bisa saja 3 hari bekerja dari rumah dan 2 hari di kantor. Kecuali perusahaan-perusahaan yang membutuhkan kehadiran karyawan.

Dua, Otomatisasi dan digitalisasi

Perusahaan-perusahaan manufakturing mulai berpindah dari tenaga manusia ke tenaga mesin. Perusahaan juga akan menerapkan digitalisasi, meninggalkan cara-cara manual. Hal ini akan memudahkan dalam manajemen dan komunikasi antar lini dan pemangku kepentingan.

Tiga, Proses bisnis dan supply chain

Organisasi perlu membuat sistem yang terintegrasi antar lini dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari belanja barang mentah sampai pada distribusi. Di sini perusahaan dapat memilih rekanan (pemasok dan distributor) yang tepat agar proses bisnis berjalan dengan baik.

Empat, Pendayagunaan karyawan

Untuk mendukung organisasi agar efektif maka dibutuhkan karyawan-karyawan unggul, hal ini menjadi tantangan praktisi HR untuk merekrut karyawan terbaik dan memberikan pelatihan yang tepat. Karyawan harus di dayagunakan dan terlibat secara maksimal.

Lima, Organisasi ramping dan gesit

Organisasi yang gemuk dan lamban sudah tidak zamannya lagi, karena akan memperbanyak biaya operasional. Namun organisasi yang ramping dan gesit akan mudah menyesuaikan perubahan pasar, karena lebih leluasa menggunakan biaya.

***

Pengalaman para CEO dalam melewati masa kritis pandemi menjadi pelajaran yang berharga dalam membuat model bisnis yang dapat bertahan, efisien dan jangka panjang. Mereka tidak ingin organisasi rapuh dan mudah terguncang.

Baca Juga: Kamu Termasuk Fixed Mindset atau Growth Mindset?

CEO akan fokus pada sumber daya manusia dan merancang sistem dengan teknologi digital yang terintegrasi, efisien dan efektif. Tidak menutup kemungkinan karena keterbatasan kemampuan organisasi dan ketatnya persaingan akan memaksa organisasi untuk berkolaborasi. [Rujukan: Databoks.katadata.co.id, www.pwc.com]

Kris Banarto, MM, CPM, adalah Praktisi Bisnis Properti dan Blogger