Ada 8 stasiun MRT yang sudah diberikan mandat oleh Pemprov DKI Jakarta untuk dimaksimalkan dengan fungsi TOD. Sementara MRT Jakarta akan menerapkan 8 prinsip dalam mengembangkan TOD.

Propertiterkini.com – Stasiun tidak hanya sekadar menjadi tempat turun dan naiknya penumpang. Namun keberadaan stasiun juga harus dimaksimalkan sebagai fungsi Transit Oriented Development atau TOD. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika meninjau kesiapan Stasiun MRT, jelang beroperasinya transportasi massal tersebut pada Maret ini.

Baca Juga: Perbedaan TOD dan TAD: TOD Harus Penuhi 8 Prinsip

Menhub mengatakan, fungsi TOD sangat dibutuhkan di setiap stasiun MRT, terutama pengumpan (feeder) dan tempat beristirahat.

“TOD harus kita tingkatkan karena itu adalah fungsi perpindahan penumpang dari stasiun MRT ke moda lain. Di area perpindahan penumpang tersebut, dimungkinkan kita mendapatkan pendapatan keuntungan (revenue) baik itu dari toko atau tempat istirahat,” kata Budi Karya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberikan mandat kepada PT MRT Jakarta untuk menjadi operator utama pengelola kawasan TOD di delapan stasiun yang akan dilintasi pada tahap awal ini.

Kedelapan stasiun tersebut, yakni Stasiun Lebak Bulus, Stasiun Blok M, Stasiun Senayan, Stasiun Istora, Stasiun Bendungan Hilir, Stasiun Setiabudi, Stasiun Dukuh Atas, dan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia.

Stasiun Lebak Bulus merupakan stasiun pertama di koridor selatan-utara yang diharapkan dapat menjadi magnet bagi masyarakat penglaju ataupun kaum urban yang tinggal di daerah penyangga, terutama wilayah Tangerang Selatan.

Sebagaimana diketahui, banyak dari mereka yang beraktivitas dan bekerja di wilayah Jakarta. Dan kebanyakan mereka pula lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan umum. Sehingga diharapkan hadirnya stasiun yang nyaman tersebut dapat menjadi daya tarik yang nyaman bagi kaum urban untuk berpindah ke moda transportasi massal atau umum lainnya.

Baca Juga: Zaman Now, Tinggal di TOD

Sedangkan kehadiran konsep transportasi terintegrasi di Stasiun Dukuh Atas, akan mengatur arus penumpang yang menggunakan lima moda transportasi berbeda. Yakni, MRT Jakarta, Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta, kereta bandara (railink), kereta komuter (commuterline), dan kereta Light Rapid Transit (LRT) yang sedang dikembangkan oleh pemerintah.

Kawasan Cipete – mencakup Stasiun Cipete, Haji Nawi, dan Blok A – akan mendorong kawasan perdagangan yang saat ini tumbuh dengan konsep shopping street. Selain itu, juga meningkatkan aksesibilitas di setiap bagian dari kawasan tersebut sehingga penyebaran kegiatan tidak hanya terjadi di jalan utama.

Peningkatan aksesibilitas tersebut diutamakan untuk pejalan kaki dan non-motorized vehicles, baik melalui jalan yang ada maupun menggunakan lahan-lahan milik pribadi melalui metode public use private own.

Pengembangan kawasan transit terpadu ini diharapkan menjadikan MRT Jakarta atau moda transportasi publik lainnya sebagai pilihan masyarakat dalam mobilitas sehari-harinya.

8 Prinsip

Dalam mengembangkan perencanaan TOD, PT MRT Jakarta menggunakan delapan prinsip, yaitu:

1. Fungsi Campuran

Pengembangan fungsi campuran dalam radius tempuh jalan kaki dari setiap stasiun, yaitu fungsi komersial, perkantoran, kelembagaan, hunian, dan fasilitas umum

2. Kepadatan Tinggi

Memaksimalkan kepadatan dan keaktifan di sekitar stasiun transit yang disesuaikan dengan daya dukung kawasannya

Baca Juga: 4 Proyek Baru Crown Group Dibangun di Luar Sydney, Berikut Daftarnya

3. Peningkatan Kualitas Konektivitas

Koneksi sederhana, langsung, dan intuitif yang mendukung mobilitas penggunaan menuju, dari, dan di antara stasiun yang bebas kendaraan bermotor dan memiliki sistem penanda yang jelas menuju stasiun dalam kawasan pengembangan.

4. Peningkatan Kualitas Hidup

Pengalaman ruang yang menarik, aman, dan nyaman yang menunjang kebutuhan harian penumpang, pejalan kaki, pekerja, penghuni, dan pengunjung melalui jalan, plaza, ruang terbuka yang dapat memberi kontribusi positif kepada identitas dan karakter kawasan transit terpadu.

5. Keadilan Sosial

Memampukan komunitas baru yang dapat bertahan dan sukses dalam jangka waktu panjang dengan membuka kesempatan pekerjaan dan hunian untuk semua kalangan sosial ekonomi, mempertahankan komunitas dan jaringan sosial yang ada di daerah pengembangan, dan menyediakan infrastruktur sosial untuk mendukung identitas dan hubungan komunitas yang lebih kuat.

6. Keberlanjutan Lingkungan

Mengurangi dampak buruk pembangunan terhadap lingkungan dengan desain yang ramah lingkungan, penurunan jejak karbon sebagai dampak dari optimalisasi jalan kaki dan bersepeda, pembaruan air dan energi, menjaga ekosistem alam dan kota, serta pengolahan limbah untuk sumber daya baru.

Baca Juga: Soal Infrastruktur, Jokowi: Saatnya Indonesia Sentris, Bukan Lagi Jawa Sentris

7. Ketahanan Infrastruktur

Merancang kota yang dapat bertahan dari bencana besar dan dampak perubahan iklim.

8. Pembaruan Ekonomi

Pengembangan ekonomi lokal yang dapat menarik investasi dan peluang kerja baru.