PropertiTerkini.com, (SURABAYA) – Selain Jakarta, Surabaya juga menjadi incaran pengembang dan investor untuk menjalankan bisnisnya. Potensi pasar properti Surabaya memang teramat besar. Hal ini ditandai dengan agresifnya pembangunan properti di berbagai penjuru ibukota dari Provinsi Jawa Timur tersebut.
Lantas bagaimana pandangan para pengamat yang juga pemasar properti dari broker ternama, ERA Indonesia mengenai pasar properti Surabaya? Berikut nukilan wawancara panjang dengan Yafet Kristanto, Director ERA Indonesia di Starbucks Café, Tunjungan Plaza, Surabaya, Kamis (29/8/2019) lalu.
Bagaimana bapak melihat potensi psaar properti Surabaya, terutama apartemen yang saat ini semakin banyak, baik yang sudah ada, sedang dan akan dibangun?
Saya kira terlalu banyak, karena lifestyle-nya belum ke sana. Orang Surabaya kelas menengah ke atas pun belum punya gaya hidup untuk tinggal di apartemen. Kelas menengah ke bawah juga tinggal di apartemen kalau terpaksa atau dipaksa. Misalkan, budget rumah kurang sehingga terpaksa beli apartemen. Cuman mereka masih mengelu service cash terlalu tinggi di apartemen. Kedua, soal parkir susah, apalagi di apartemen low end.
Tapi memang, kalau saat ini, di Kota Surabaya-nya sendiri, kalau landed yang harganya Rp1-1,5 miliar, masih bisa diterima market. Tapi lokasinya kan sudah di pinggir kota. Masyarakat Surabaya mau beli atau inves properti landed yang harganya antara Rp400-700 jutaan. Tapi ini otomatis lokasinya sudah di luar, seperti di Sidoarjo, Gresik.
Terakhir Mei lalu kami launching landed house (Taman Pondok Legi) di Waru (Sidoarjo – selatan Surabaya), harganya Rp450-an sampai Rp1 miliar. Sejak Mei sampai Juli kemarin, terjual 500-an unit. Jadi menurut broker, ini sudah sangat luar biasa. Satu, karena lokasinya memang tidak jauh dari Surabaya dan sudah berada di tengah-tengah pemukiman yang ramai. Sehingga peminatnya juga kebanyakan dari orang-orang yang sudah tinggal di daerah sana. Untuk apartemen, 50 persen ke atas masih investor. Makanya harga secondary-nya berat, nggak ngangkat. Karena investor mau tahan berapa lama. Setahun sudah pengen lepas semua.
Sementara ini hunian landed adanya di pinggir-pinggir kota. Yang daya belinya di bawah Rp1 miliar mesti ke pinggir. Kalau landed dalam kota yang dikembangkan developer, saat ini paling minim Rp1 miliaran. Tapi kalau di lokasi yang bukan di-develop pengembang masih bisa dapat Rp700-800 jutaan. Tapi masalahnya lingkungannya tidak tertata. Seperti jual tanah atau yang di sini dikenal dengan istilah “kavling haji”.
Kalaupun disewakan apartemen tersebut, bagaimana dengan potensinya?
Pasarnya tidak bagus. Kalau pasar sewanya bagus, pasti investor masih mau masuk. Apalagi yang market sewanya di atas Rp50 juta/tahun. Jadi berat sekali. Kalau antara Rp25 jutaan/tahun, masih okey lah. Tapi itupun suplainya juga sudah banyak dibanding demand-nya. Itu juga yang menyebabkan secondary-nya nggak jalan. Tidak banyak peminatnya. Selain itu, sebagian besar apartemen di Surabaya yang sudah jadi, strata tittle-nya belum selesai. Sehingga kalau mau dijual kan belum bisa di KPA-kan.
Jika dipetakan, wilayah Surabaya mana saja yang masih punya potensi besar terhadap pengembangan hunian?
Kalau landed, masih banyak di Surabaya Timur dan Selatan. Surabaya Barat juga masih banyak, tapi tidak sebanyak di timur. Surabaya Timur ke arah ITS, Sukolilo, masih banyak perumahan yang sedang didevelop beberapa developer. Dan di sana memang akan ada JLLT. Lingkar Timur Dalam kan sudah jadi. Yang saat ini sedang dikejar oleh Pemkot adalah JLLT dan JLLB. Di Surabaya Timur ada Pakuwon (Pakuwon City), DR Porperty (Sukolilo Dian Regency), dan beberapa lagi. Dua pengembang ini yang besar yang penguasaan tahannya besar. Kalau di selatan developernya agak kecil-kecil.
Berapa persisnya pasar gemuk di Surabaya?
Kalau landed yang harganya Rp1-1,5 miliar termasuk gemuk di Surabaya. Kalau apartemen di bawah Rp500-600 juta. Kalau sudah di atas Rp1 miliar, berat. Saya lihat beberapa pengembang yang bermain di harga di atas Rp1 miliar juga berat, termasuk BUMN di barat. Kalau bisa terjual 60 persen saja sudah hebat.
Proyek apartemen di Surabaya sangat banyak. Sekarang ada Trans Icon di Surabaya Selatan. Harganya lumayan tinggi, harganya sekitar Rp800 jutaan ke atas.
Saat ini, berapa kisaran harga tanah di Surabaya?
Bisa dicek di website saya: https://www.propertiguide.com/harga-tanah-surabaya.php, di sana ada harga tanah sekunder Surabaya, harga apartemen. Setiap tahun saya update dua kali. Ini saya buat sejak tahun 1994. Kalau harga apartemen sejak 2017. Ada di semua lokasi di Surabaya.
Di Surabaya tidak ada tanah yang harganya sampai Rp100 juta/m2. Kalau di daerah Favehotel Surabaya bisa sampai Rp80 juta/m2. Tapi bentuknya komersial. Tanah secondary. Kalau di Raya Darmo bisa sampai Rp60 jutaan/m2. Kalau di Tunjungan Plaza ini sekitar Rp50-an juta/m2. Basuki Rahmat bisa Rp60 juta/m2.
Kalau ERA lebih kuat ke pasar secondary atau primary?
Secondary maupun parimary kami kerja. Barusan yang kami pasarkan dan sukses adalah primary sebanyak 500 unitan, sejak Mei hingga akhir Juli lalu, di Waru.
Jadi karena harga tanah sudah mahal dan semakin sedikit, makanya pengembang bangunnya apartemen. Kalau sekarang developer besar pun, tanah tersisa yang peruntukan tanah komersial. Di Surabaya Barat, seperti CitraLand pun tanahnya semakin sedikit sehingga pastinya dia mulai mengarah ke komersial. Tanahnya yang masih ada sudah di luar Surabaya, adanya di Gresik.
Hingga saat ini, ERA masih bisa menjual berapa unit dalam setahun?
Tergantung. Kalau primary project bisa ribuan. Kalau banyak main secondary, tidak sampai ribuan unit. Tahun 2019 lebih banyak primary secara unit. Kalau secara volume rupiahnya- hampir sebanding antara secondary dan primary. Kalau tahun lalu masih banyak secondary.
Kalau dibandingkan dengan apartemen, untuk primary tahun ini masih banyak landed. Karena kami baru garap primary tahun ini. Sebelumnya ada primary tapi tidak terlalu kami fokuskan. Tahun ini kami kejar yang primary. Karena secondary yang bisa ditangani adalah middle up, sementara merketnya lagi turun. Jadi kami ambil yang primary tapi yang middle low.
Kalau harga secondary yang kami layani bisa dari Rp1 miliar hingga puluhan miliar. Kami baru transaksi tanah di lokasi middle east ring road (MERR) seluas 2.000-an m2, harganya Rp20-an juta/m2.
Jika melihat selama 10 tahun terakhir, kapan persisnya mengalami penjualan terbaik?
Surabaya booming terakhir 2011, 2012, 2013, itu yang terbaik. Setelah itu turun. Yang paling turun di tahun 2017 dan 2018, mirip-mirip. Apa yang menyebabkan properti bisa turun seperti itu. Pertama karena saat booming naik terlalu tinggi di 2013 dan 2014. Begitu ekonomi agak menurun, maka market properti langsung turun juga, karena investor juga malas main. Kalau saat booming, 70 persen pembelinya adalah investor. Jadi saat marketnya turun, investor ngerem, karena harga sudah terlalu tinggi. Penjual yang mau jual pun tidak mau rugi, makanya dia tahan-tahan sampai normal lagi atau dia kepepet.
Jadi prediksi bapak, kapan properti ini sudah bisa naik kembali?
Tahun depan, 2020. Terakhir booming 2011-2013, kalau dihitung 9 tahun, ini siklus yang sudah paling konservatif (2011 + 9 tahun) kan 2020. Kecuali tidak ada yang heboh. Kalau dalam negeri sudah tidak ada, kecuali kalau perang dagang benaran antara Amerika dan China terjadi. Seperti 2008, kita agak terpengaruh, karena krisis Amerika.
Jadi kapan baiknya saat tepat beli properti, apakah saat booming atau saat seperti ini?
Tergantung kebutuhannya. Kalau dia butuh, secepatnya beli sekarang. Karena harganya masih okey. Kalau dia butuhnya masih lama, gak apa tunggu. Tapi harus hati-hati. Booming itu tidak bisa memberikan tanda secara jelas. Misalnya, lokasi mulainya di mana, timur, barat, selatan atau utara. Tidak jelas. Kemudian jenis properti apa yang mulai booming. Kita baru merasa booming benaran kalau semua sudah naik.
Prediksi bapak, booming pasar properti Surabaya, dimulainya dari mana?
Itu tidak mudah. Kalau akhir 2010 lalu, dari Surabaya Timur, dari Pakuwon City yang gerak duluan. Setelah itu merembet ke barat baru ke selatan. Tahun depan ini mungkin dari selatan, karena Jalan A Yani sudah bagus sekali.
Berapa rata-rata kenaikan harga properti per tahun?
Kalau lagi booming bisa mencapai 25-50 persen per tahun di lokasi tertentu. Kalau stagnan, nggak turun sudah untung. Turun terendah pun, dari puncak booming 25%. Padahal selama 3 tahun sudah naik 100%, 150%, sehingga turun 25% pun tidak ada artinya. Kecuali beli waktu booming terus jual waktu stagnan. Sudah pasti rugi 25-30%. Kalau nggak rela ya tunggu saja.
Kalau tanah lebih kelihatan real, kalau bangunan tergantung bangunannya juga. Kalau tanah menentukan lokasi. Kalau bangunan menentukan nilai dari manfaat yang didapat oleh pembeli. Kalau tanah waktu stagnan tidak naik, justru turun. Kalau waktu booming, naiknya antara 25-50% per tahun, tergantung lokasi, jenis properti dan demand-nya.
Surabaya juga menjadi hub Indonesia Timur. Apakah bapak juga melihat hal ini sebagai potensi besar bagi bisnis properti?
Sangat besar potensinya. Selama ini, kalau di perumahan yang dibangun developer, mungkin ada 20-an persen berasal dari luar Surabaya. Kalau mereka investasi properti pastinya di Surabaya. Selain nilai keuntungan lebih besar, juga ada manfaat lain, misalkan untuk anaknya yang sekolah, dan lainnya.
Soal infrastruktur, kalau JLLT dan JLLB sudah pasti punya dampak signifikan terhadap properti Surabaya. Bagaimana dengan seperti Jalan Tol Transjawa dan lainnya?
Kalau jalan tol tidak begitu berpengaruh ke Kota Surabaya. Mungkin lebih berpengaruh ke Malang. Sekarang lagi bagus market di Malang karena akses sudah buka.
Wilayah luar Surabaya mana yang propertinya sedang bagus dalam beberapa tahun belakangan ini?
Selama 15 tahun terakhir ini ya Sidoarjo. Sekarang baru Gresik mulai nyusul. Di Sidoarjo karena industrinya bagus. Memang sempat terhampar karena lumpur, tapi sekarang sudah tidak masalah lagi. Gresik juga bagus cuman pola pengembangannya beda sehingga lebih lambat.
Jika melihat backlog kebutuhan rumah di Surabaya jika dibandingkan dengan peluang/potensi ke depan, seberapa besar peluang tersebut?
Kalau dilihat dari potensi kebutuhannya besar. Menurut perhitungan saya orang Surabaya maksimum dalam waktu antara 15-20 tahun akan pindah tempat tinggal. Jadi dari siklus ini saja, kebutuhan rumahnya sudah besar sekali. Ini belum termasuk kebutuhan baru/beli rumah pertama. Kalau menurut saya, kepala keluarga di Surabaya yang memiliki rumah tidak sampai 60%.
Jadi boleh dibilang saat ini apartemen di Surabaya over supply?
Lifestyle belum siap, kemudian developer juga terlalu optimis.
Sejak kapan mulai di ERA?
Sejak 1992. Saya sudah menghasilkan 15 ribuan marketing trainer, hanya di Surabaya. Sebelumnya saya di Intiland. Saya di finance manager. Waktu itu saya disuruh bos untuk menangani ERA Jatim, sehingga saya mulai menekuni ERA sejak 1992. Karena bos yang buka ERA Jatim. Jadi bos jualan franchise ERA di sini nggak laku tahun 1992, karena belum ada yang ngerti. Akhirnya ERA Indonesia buka sendiri, namanya ERA Jatim. Tapi ERA Indonesia tidak mau modalin, akhirnya Intiland Surabaya yang modalin. ERA Indonesia bukan punyanya Intiland tapi bosnya Intiland. Tapi sekarang ERA Indonesia sudah dibeli ERA Asia Pasifik. Jadi sudah bukan punyanya pak Hendro Gondokusumo atau bosnya Intiland lagi.
Saat ini ERA Surabaya punya 9 kantor. Tahun 2017 sempat sampai 30 kantor, tetapi ada beberapa kantor dengan cabang-cabangnya kemudian ganti baju.
2 comments
Strategi Pengembang Raup Untung di Tengah Wabah Covid-19 | Properti Terkini
[…] Baca Juga: Pasar Properti Surabaya: Lifestyle Belum Siap, Developer Terlalu Optimis […]
Kondominium Graha Golf Surabaya Mulai Diserahterimakan | Properti Terkini
[…] Baca Juga: Pasar Properti Surabaya: Lifestyle Belum Siap, Developer Terlalu Optimis […]