Penguasaan lahan oleh calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto di Kalimantan Timur dan Aceh terus menuai polemik panas. Bahkan, diduga kuat Prabowo dan sejumlah politisi di sekitarnya juga menguasai sejumlah lahan di wilayah Indonesia.

Kepemilikan lahan yang begitu luas oleh Prabowo jelas-jelas telah membuat publik kecewa dan ‘mengebiri’ rasa keadilan sosial. Prabowo juga disinyalir telah menghambat pembangunan satu juta rumah rakyat yang menjadi program pemerintah sekaligus ‘mencaplok’ kepemilikan tanah rakyat. Prabowo merupakan salah satu contoh capres terburuk dalam kontestasi politik nasional.

Baca Juga: LRT Palembang dan Polemik “Mark Up” Prabowo

Seperti dikutip dari berita Kompas.com yang berjudul  ‘Prabowo-Sandi Tak Bisa Bebani Swasta Bangun Rumah Rakyat’ (15/10/2018), di situ tertulis tentang rencana kebijakan rumah rakyat dalam dokumen visi misinya. Dalam dokumen tersebut, pasangan nomor urut 02 itu menyebutkan, percepatan penyediaan perumahan bagi rakyat Indonesia dilakukan dengan menawarkan program land bank untuk rumah rakyat.

Faktanya, Prabowo telah menabrak visi-misinya sendiri. Artinya, apa yang diprogramkan Prabowo soal land bank untuk rakyat hanyalah kamuflase belaka karena Prabowo secara telak telah menguasai tanah yang seharusnya menjadi miliki negara dan rakyat. 

Prabowo ditengarai telah mengkhianati sila ke 5 Pancasila yang menyuarakan soal keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan itu saja, Prabowo juga telah ‘membunuh’ pasal 33 UUD 1945 yang menyangkut kepemilikan lahan yang seharusnya menjadi hak negara dan digunakan bagi kepentingan rakyat.

Salah satu butir dalam pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Jadi, Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran Prabowo.

Secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam oleh siapapun yang bersifat individu. Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam sangat bertentangan dengan prinsip pasal 33.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya juga mengatakan, hingga saat ini masih terdapat pemanfaatan hutan dengan izin konsesi korporasi yang mencapai  827.748 Hektar atau 47 persen dari luas kawasan hutan secara keseluruhan.

Apa yang disampaikan menteri LHK itu sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada rakyat. Oleh karena itu, dikeluarkanlah kebijakan presiden sebagai bentuk pemerataan ekonomi untuk rakyat yang disebut dengan Program Perhutanan Sosial.

Menurut saya, program perhutanan sosial berfungsi mendorong dan menyiapkan pemerataan ekonomi bagi masyarakat untuk produktif agar masyarakat atau rakyat memperoleh peningkatan ekonomi serta tetap bisa menjaga fungsi kawasan hutan lindung.

Baca Juga: Tolak 6 Tol Dalam Kota, Visi Anies Baswedan Soal Infrastruktur Sangat Buruk

Jadi, sudah sewajibnya Prabowo segera melepas penguasaan lahan yang dimilikinya dimanapun berada kepada pemerintah, agar negara bisa memberikan tanah itu untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat secara merata dan berkeadilan. Di samping itu, sejumlah pengembang properti swasta maupun Perumnas dapat segera melakukan eksekusi untuk membangun rumah sebagai wujud mendukung program satu juta rumah rakyat seperti yang dicanangkan pemerintah.

Pertanyaan akhirnya ialah kapan Prabowo mau memberikan tanahnya untuk rakyat?

Kita tunggu saja…