Kereta LRT Jabodebek dipesan langsung dari PT Industri Kereta Api (Inka). Kereta LRT Jabodebek memiliki kapasitas 750 sampai 1.200 penumpang dalam sekali jalan dan diperkirakan dalam sehari dapat mengangkut sekitar 15 ribu penumpang.

Propertiterkini.com – Moda transportasi massal Ibukota kian lengkap setelah beroperasinya Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta sejak akhir Maret lalu. Satu lagi, Light Rail Transit atau LRT Jabodebek (Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi) tahap 1 juga segera beroperasi.

Baca Juga: Proyek MRT Jakarta: Mimpi Panjang 30 Tahun, Diprioritaskan Jokowi, hingga Terima Kasih dari Anies

Bahkan, kereta LRT Jabodebek ini telah dilengkapi dengan teknologi Automatic Train Protection (ATP) yang memungkinkan beroperasi tanpa masinis. Dan ini adalah kereta tanpa masinis pertama di Ibukota Jakarta.

Seperti dipublikasikan laman resmi LRT Jabodetabek, dengan teknologi ATP tersebut, maka kereta beroperasi, bergerak dan berhenti secara otomatis tanpa driver. Kecepatan kereta juga dapat dikendalikan secara otomatis, hingga bisa diberhentikan jika batas kecepatan kereta mendekati sinyal stop atau terlalu tinggi. Sedangkan untuk operasi buka dan tutup pintu tetap ada train attendant.

Untuk diketahui, teknologi ATP merupakan suatu sistem yang diterapkan pada persinyalan kereta untuk dapat melakukan relay terhadap informasi sinyal. Umumnya, ATP juga dapat mendeteksi sinyal kereta yang berhenti dilanggar, secara otomatis kereta dihentikan.

Teknologi ATP memiliki otomatisasi yang terhubung melalui konektivitas antara perangkat ruang kemudi di lokomotif dan track balise atau sensor pergerakan kereta di lintasan. Adanya teknologi ATP dapat meminimalkan pelanggaran sinyal yang mungkin terjadi akibat adanya kelalaian masinis.

Selain menggunakan sistem ATP, LRT Jabodebek menggunakan moving block-CBTC pada sistem persinyalan keretanya.

Moving Block

LRT Jabodebek direncanakan menggunakan sistem persinyalan kereta terbaru dan kali pertama diterapkan pada LRT di Indonesia, yakni Moving Block. Penerapan sistem persinyalan moving block pada LRT Jabodebek telah disepakati karena sistem ini merupakan sistem yang tepat untuk digunakan.

Baca Juga: Properti di Jalur LRT: Pencarian Meningkat, Harga Melambung

Sistem persinyalan kereta api pada dasarnya merupakan seperangkat fasilitas yang memiliki fungsi untuk memberikan isyarat berupa bentuk, warna atau cahaya pada suatu tempat, sehingga dapat memberikan isyarat dengan arti tertentu dalam mengatur dan mengontrol pengoperasian kereta.

Sementara itu, sistem moving block merupakan sistem persinyalan berdasarkan memblok zona di masing-masing kereta. Sehingga sistem ini mampu melakukan identifikasi posisi kereta dengan cepat dan tepat.

Penerapan sistem moving block pada LRT Jabodebek akan berdampak pada jarak antar kereta, sehingga memperpendek jarak kereta yang tengah beroperasi. Sistem ini juga berpengaruh pada headway atau frekuensi maupun jarak lalu lintas kereta yang ingin dicapai sehingga mempengaruhi kapasitas angkut dengan headway 2-3 menit.

Sistem persinyalan moving block akan terhubung dengan sistem sinyal pusat dan sistem sinyal kereta. Sehingga sistem ini dapat lebih unggul dibandingkan dengan sistem fixed block.

Adanya penerapan sistem moving block juga mempengaruhi biaya pembangunan LRT itu sendiri yang telah disesuaikan dengan penggunaan teknologi itu sendiri. Saat ini di Indonesia yang menggunakan sistem moving block adalah LRT Jabodebek dan MRT Jakarta. Sedangkan sistem fixed block digunakan oleh KRL, LRT Palembang dan LRT Jakpro.

Untuk diketahui, kereta LRT Jabodebek dipesan langsung dari PT Industri Kereta Api (Inka). LRT Jabodebek memiliki kapasitas 750 sampai 1.200 penumpang dalam sekali jalan. Dengan demikian, ditargetkan dalam sehari LRT ini dapat mengangkut sekitar 15 ribu penumpang.

Baca Juga: Tahun Depan, Banyak yang Beralih ke Transportasi Massal Kereta

Pembangunan LRT Jabodebek tahap 1 dengan 3 rute lintas pelayanan, yakni Cawang-Cibubur, Cawang-Dukuh Atas dan Cawang-Bekasi Timur. Tahap ini menghabiskan total biaya konstruksi sekitar Rp22 triliun atau setara dengan Rp513,8 miliar per kilometer sepanjang 44.3 kilometer dengan struktur melayang.