Stop pembangunan proyek Meikarta! Tuntutan itu wajib dilaksanakan oleh pengembang Meikarta yaitu PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU). Penyetopan proyek ini perlu dilakukan, agar pihak KPK dapat menyelidiki kasus korupsi yang terjadi dengan objektif dan tuntas, menyangkut perizinan lahan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang melibatkan sejumlah pejabat di Bekasi.

Alih-alih untuk segera menyetop proyek Meikarta, justru kuasa hukum PT MSU menyatakan komitmen untuk memenuhi hak konsumen Meikarta. Kuasa hukum PT MSU Denny Indrayana mengatakan, proses hukum yang saat ini berlangsung di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah hal yang terpisah dan berbeda dengan proses pembangunan yang masih berjalan di Meikarta.

Baca Juga:

Tampaknya, Denny telah mengabaikan adanya kemungkinan mata rantai ‘gurita’korupsi di Meikarta yang diduga melibat sejumlah pengusaha di Lippo Group dan pejabat di Bekasi.

Meikarta (PT MSU) dan Lippo grup merupakan satu-kesatuan bisnis properti yang tidak bisa dipisahkan. Sebelumnya, KPK telah menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka. Buntut dari penangkapan ini, kediaman CEO Lippo Group, James Riady digeledah. Tak hanya itu, kantor Lippo dan Meikarta juga diperiksa penyidik.

Agar penyelidikan itu berjalan lancar dan konsumen tidak merasa dirugikan, maka PT MSU harus segera menyetop proyek Meikarta. Pihak pengembang juga wajib bertanggung jawab dan memenuhi kewajiban-kewajiban yang dinilai mungkin saja merugikan konsumen.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan sejumlah kepala dinas di Kabupaten Bekasi, diduga menerima suap untuk proses IMB Meikarta. Mereka yang terlibat dijanjikan uang suap Rp13 miliar oleh pengembang Lippo Group.

Waspadai Pengembang Properti

Kasus suap yang terjadi di proyek Meikarta Bekasi, mungkin saja terjadi pada pengembang properti lainnya yang berada di kawasan Bogor, Serpong, Tangerang, Depok dan Sentul. Dalam hal ini, masyarakat, konsumen, KPK juga harus melakukan pengawasan terkait izin pemakaian atau penggunaan lahan properti di Jabodetabek.

Bahkan, bisa saja sejumlah pejabat di wilayah Jabodetabek, pihak aparat keamanan dalam hal ini polisi dan anggota parlemen tingkat pusat, ikut berkonspirasi dengan pengembang properti untuk menyalahi prosedur perizinan tanah. Kasus proyek Meikarta menjadi pemantik bagi KPK dan aparat hukum untuk lebih banyak mengawasi sejumlah pengembang properti besar yang ada di wilayah Jabodetabek.

Banyaknya kasus-kasus suap soal perizinan lahan sangat complicated. Di satu sisi pengusaha properti pasti membutuhkan kepastian hukum. Perizinan proyek properti untuk highrise building sangat rawan korupsi. Korupsi terjadi karena proses perizinannya sangat panjang.

Baca Juga:

Adanya, sistem perizinan online terpadu atau submission system (OSS) yang diluncurkan oleh pemerintah pusat bisa mengurangi kasus-kasus suap, tetapi sekali lagi itu semua tergantung mental dan moral aparat dan pengusaha pengembang properti. Kalau mental dan moral pejabat dan pengusaha sudah bejad, sebaik apapun sistem perizinan, tetap saja ada korupsi.

Toh, walaupun OSS sudah diterapkan, tatap muka antara jasa konsultan, pengembang dan pemerintah masih saja terjadi. Di sinilah peluang munculnya mata rantai korupsi terbuka lebar. Proses penyederhanaan perizinan, tidak serta merta bisa mengurangi korupsi.

Integritas Seseorang

Selama ini, menurut KPK sektor bisnis menjadi salah satu lahan yang memiliki potensi kerawanan korupsi sangat tinggi. Data penanganan perkara KPK dari tahun 2004 sampai 2017 menunjukkan, setidaknya ada 163 pihak swasta yang terjerat korupsi.

Pada periode itu juga, dari 643 perkara yang ditangani, sebanyak 319 di antaranya merupakan perkara penyuapan. Jadi, persoalan korupsi bukan hanya sebatas masalah perizinan semata, tetapi juga terkait erat dengan integritas manusianya.

Kualitas integritas seseorang bisa mencegah praktik korupsi. Oleh karena itulah, seorang pejabat dan pengusaha harus mempunyai integritas tinggi untuk menciptakan tata kelola bisnis yang bersih dan bermartabat.