Tak ada yang salah dengan keputusan Presiden Joko Widodo untuk membebaskan tarif jalan tol alias gratis Jembatan Surabaya-Madura ( Tol Suramadu). Tujuan pembebasan ini ialah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di kawasan Surabaya dan Madura.

Baca Juga:

Jokowi membantah bahwa kebijakan itu bersifat politis dengan maksud untuk meraup suara warga Madura dalam Pilpres 2019 mendatang. Pembebasan tarif Jembatan Tol Suramadu merupakan keputusan final, atas banyaknya masukan dari sejumlah tokoh masyarakat, ulama, serta kiai Madura sejak tahun 2015 silam.

“Ini urusan ekonomi, investasi, kesejahteraan, dan keadilan. Jangan apa-apa dikaitkan dengan politik,” tegas Jokowi di Tol Suramadu, Jawa Timur, Sabtu (27/10/2018) lalu.

Menurut Jokowi, dengan gratisnya Jembatan Tol Suramadu, maka diharapkan akan bisa menggenjot investasi dan terbukanya lapangan kerja di Madura dan Surabaya.

Adapun Jembatan Tol Suramadu diresmikan pada bulan Juni tahun 2009 silam. Sejak pertama kali digunakan, tarif Jembatan Tol Suramadu sebesar Rp30.000. Pada tahun 2016, pemerintah memangkas tarif 50 persen, sehingga menjadi Rp15.000 untuk mobil. Sedangkan kendaraan roda dua atau sepeda motor tak dikenai ongkos masuk alias gratis melintasi jembatan tersebut.

Baca Juga:

Merespons kebijakan itu, Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menyebut kebijakan itu berarti mensubsidi para pemilik mobil. Kritik politisi PKS ini dia sampaikan melalui akun Twitter pribadinya. “Jembatan sepanjang itu dilalui oleh mobil…subsidi jatuh ke mobil…harap pastikan jatuh ke rakyat….,” tulisnya, Sabtu (27/10/2018).

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN, Dradjad Wibowo, menyampaikan komentarnya terhadap kebijakan itu, Minggu (28/10/2018). Dradjat, menyambut baik, tapi juga mempertanyakan kebijakan itu. Menurut Dradjat, keberadaan petahana memang selalu diuntungkan dengan membuat kebijakan populis atas beban APBN atau BUMN.

Fokus Ekonomi 

Kebijakan yang dilakukan Jokowi jelas tidak terkait dengan politik. Tentu saja sebelum melakukan pembebasan itu, Jokowi telah melakukan kajian mendalam terhadap sisi ekonomi yang terjadi pada masyarakat Surabaya dan Madura.

Kebijakan menggratiskan Tol Suramadu bukan kebijakan tiba-tiba yang kemudian langsung ditanggapi oleh sejumlah politisi terkait Pilpres 2019 mendatang. Kebijakan ini pasti sudah melalui uji akademis dan pertimbangan matang Jokowi dalam melihat sisi ekonomi di Surabaya dan Madura.

Berdasarkan kajian itulah, maka Jokowi berani mengambil keputusan untuk membebaskan tarif tol Suramadu. Cuma persoalannya, kebijakan itu diluncurkan saat tahun politik. Padahal, kebijakan itu tidak ada hubungannya dengan momentum Pilpres 2019 mendatang.

Seperti diketahui, pembangunan Jembatan Suramadu sepanjang 5,4 kilometer menghabiskan anggaran Rp4,5 triliun. Perinciannya, Rp3,5 triliun bersumber dari APBN untuk pembuatan jembatan bentang utara dan selatan.

Jembatan bentang tengah Suramadu menelan anggaran Rp1 triliun bersumber dari utang luar negeri. Hasil penarikan tarif Tol Suramadu rata-rata Rp209 miliar per tahun, dan sekarang memasuki tahun kesembilan.

Ditotal selama sembilan tahun, perolehan tarif tol Suramadu mencapai Rp1,88 triliun, maka sudah menjadi kebijakan yang tepat dan benar, bila saat ini, Suramadu digratiskan karena utang luar negeri sudah lunas. Sedangkan dana yang bersumber dari APBN memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk membangun infrastruktur.

Mengurangi Ketimpangan

Dengan digratiskannya Tol Suramadu, maka ketimpangan yang terjadi antara Madura dengan Surabaya akan semakin kecil. Contohnya ialah harga tanah di kawasan Kecamatan Labang, Bangkalan sekitar ratusan ribu per meter. Sedangkan harga tanah di kawasan Surabaya sudah mencapai jutaan rupiah per meter. Padahal jarak antara Madura dan Surabaya tidak begitu jauh.

Baca Juga:

Dengan adanya pembebasan ini, maka pertumbuhan pengembang properti atau real estate di Madura akan semakin maju dan meningkat. Penggratisan Tol Suramadu juga tentu akan memangkas biaya transportasi dari Surabaya ke Madura (begitu juga sebaliknya).

Hal ini akan mendorong harga barang di Surabaya dan Madura semakin stabil. Pada akhirnya, gairah perekonomian di Surabaya dan Madura akan semakin tinggi, sekaligus mengundang investor lokal maupun internasional untuk berinvestasi.

Jadi, dimana unsur politiknya?

 

Klik “Kolom” untuk opini dan pendapat kolumnis lainnya.